Layu fusarium pada pisang (sumber gambar: Digitani IPB)

Layu fusarium seringkali baru terdeteksi oleh petani ketika menemukan gejala batang membusuk. Keterlambatan penanganan layu fusarium pada pisang, memberi peluang kerugian yang lebih besar untuk petani pisang, karena anakan yang dihasilkan dan tanah juga ikut tercemar cendawan penyebab layu fusarium.

Cendawan/jamur Fusarium oxysporum f. Sp Cubense (FOC) mampu bertahan dalam tanah hingga 40 tahun, dan sangat mudah tersebar melalui air, angin, alat pertanian maupun dari bibit yang membawa penyakit. Sehingga dapat dikatakan, layu fusarium sangat sulit untuk dihilangkan.

Oleh sebab itu, diperlukan upaya pencegahan sebelum masa tanam. Berikut cara mudah untuk mencegah layu fusarium pada tanaman pisang:

1. Cari informasi tentang riwayat penggunaan lahan

Bibit pisang yang sehat akan menjadi sia-sia ketika ditanam di lahan yang sudah tercemar jamur layu fusarium. Oleh sebab itu, informasi mengenai jenis tanaman yang pernah ditanam di lahan tersebut perlu untuk dicari tahu dan pastikan lahan tersebut tidak memiliki riwayat menanam tanaman yang terserang penyakit layu fusarium

2. Selektif memilih bibit pisang

Pemilihan bibit pisang yang sehat sangat diperlukan, karena bibit anakan yang induknya terjangkit layu fusarium akan membawa jamur dan mudah menyebar ke bibit lainnya.

Adanya bibit pisang kultur jaringan bisa menjadi pilihan petani untuk memeroleh bibit yang menjamin 100% terbebas dari penyakit, karena diperbanyak melalui sel termuda dalam kondisi steril dan terkontrol.

3. Melakukan sanitasi lahan

Sanitasi lahan dilakukan untuk mencegah penyebaran OPT (organisme pengganggu tanaman) atau agen penyebar penyakit. Sanitasi lahan dilakukan dengan cara berikut:

a. Membersihkan alat pertanian sebelum dan sesudah digunakan

Cendawan/jamur penyebab layu fusarium dapat menyebar melalui media apapun, termasuk alat pertanian dan alas kaki yang digunakan. Untuk meminimalisir penyebaran cendawan bisa dilakukan langkah berikut:

  • Beri area khusus untuk tempat sterilisasi alat dan alas kaki sebelum masuk ke kebun.
  • Sterilisasi dilakukan dengan membersihkan alat pertanian dan alas kaki yang digunakan dari sisa-sisa tanah, cuci bersih dengan sabun, dicelupkan pada cairan desinfektan, kemudian dikeringkan. Desinfektan bisa menggunakan alkohol 70% atau campuran air dan klorox/bayclin dengan perbandingan 1:2.

b. Membuat parit sebagai saluran drainase

Meskipun tanaman pisang termasuk tanaman yang mudah tumbuh dimana saja, namun dengan sistem drainase yang baik akan meminimalisir terjadinya genangan saat musim hujan yang bisa menyebabkan pembusukan pada bagian akar, dan memudahkan patogen pembawa penyakit masuk ke dalam jaringan tanaman.

c. Membersihkan gulma

Penyiangan gulma dan sisa tanaman sebelum masa tanam dilakukan untuk memutus rantai penyebaran OPT (organisme pengganggu tanaman). Penyiangan gulma dilakukan secara rutin dengan rentang waktu 3-4 bulan sekali.

Penyiangan dapat dilakukan dengan manual atau jika diperlukan dengan herbisida, terutama pada lahan yang pernah terjangkit penyakit darah atau layu fusarium. Penyiangan pada tanah terjangkit penyakit, sebaiknya tidak menggunakan koret atau cangkul untuk meminimalisir penyebaran melalui alat yang digunakan.

4. Memanfaatkan agen hayati

Pemanfaatan agen hayati Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dilakukan dengan mencampur agen hayati dengan pupuk kandang mentah dengan perbandingan 1:100. Kemudian didiamkan 10-15 hari dalam udara terbuka dan diaduk setiap 3 hari sekali. Selanjutnya, campuran tersebut juga bisa digunakan sebagai starter dengan mencampurkan kembali ke 500 kg pupuk kandang dan didiamkan selama 2 minggu – 1 bulan di tempat lembab dan ternaungi.

Dosis pemberian awal sebelum masa tanam adalah 10kg/lubang tanam. Selanjutnya diberikan kembali pada saat tanaman berusia 3-6 bulan dengan dosis 0,5 kg/tanaman.

Bagaimana dengan lahan yang sudah terjangkit layu fusarium?

Ikuti 3 langkah praktis ini untuk menyelamatkan lahan dari layu fusarium.

Selengkapnya disini


Sumber:

Sari W., Wiyono S., Nurmansyah A., Munif A., & Poerwanto R. (2018). Keanekaragaman dan Patogenisitas Fusarium spp. Asal Beberapa Kultivar Pisang. Jurnal Fitopatologi Indonesia13(6), 216. https://doi.org/10.14692/jfi.13.6.216

Mulyanti N., Suprapto., Hendra J. (2008). Teknik Budidaya Pisang. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

https://epublikasi.pertanian.go.id/berkala/btip/article/view/3604/3570